Saat
ini, siapa sih yang tidak mengenal Facebook? Media sosial yang sekarang sedang
menggema dimana-mana. Dunia sudah ada di genggaman tangan, tak terkecuali
anak-anak kita. Sekedar tahu, bahwa saat ini Indonesia adalah pengguna facebook
terbesar di Asia Tenggara.Dari 245 juta penduduk , yang menjadi pengguna
sekitar 43,5 juta. Tentu saja fakta ini, menjadi pasar yang empuk bagi segala
macam produk, baik yang berupa barang, jasa , juga produk media informasi
apapun.
Yang menjadi masalah adalah para
pelaku kejahatan di dunia maya juga tak ketinggalan untuk mengais keuntungan di
media social ini. Dan yang mengerikan , para pelaku kejahatan sekarang,
mengincar anak usia 13-17 tahun, terutama di daerah miskin dan berkembang.
Mereka para pelaku kejahatan tentu saja memalsukan identitasnya, terutama
usianya.
Selasa kemarin [30 Oktober 2012],
telah diadakan Konferensi Internasional “Kejahatan Seksual Terhadap Anak Secara
Online”. Membicarakan segala sesuatu mengenai kejahatan terhadap anak di media social
yang kian lama kian menjalar. Tak terkecuali di Indonesia. Menurut data pada konferensi
tersebut, di Indonesia sudah ada 6 foto laki-laki yang menjadi tersangka pelaku
kejahatan seksual terhadap anak. Usianya sekitar 30-45 tahun. Mereka sedang
diselidiki sebagai pelaku dan ditengarai bahwa mereka sering berpindah-pindah negara.
Trafficking Model Baru
Salah
satu peserta Konferensi tersebut, Jo Ann Suarez Pabriaga dari Childrens Legal
Bureau Inc menceritakan pengalamannya di kota Cordova Filipina, banyak keluarga
miskin yang rela membeli computer dan perangkat internet lengkap, lalu memaksa
anaknya untuk memperlihatkan bagian-bagian tubuh pribadinya di depan computer,
yang tentu sudah dipengkapi dengan kamera. Selanjutnya, bisa ditebak , si
penonton diminta membayar dengan cara transfer lebih dahulu. Biaya yang harus
dikeluarkan sekitar 50 dollar AS sampai 200 dollar AS. Tergantung durasi
pertunjukannya. Bahkan fakta terakhir, kegiatan semacam itu sudah ada
organisasinya. Naudzubillah. Lalu apa yang bisa kita lakukan melihat kenyataan
yang begitu parah di depan mata?
Penyebab Utama: Mental bobrok
Kita
tahu, yang menjadi sebab terjadinya trafficking [penjualan manusia] adalah kondisi
ekonomi yang rendah. Benarlah ungkapan “kefakiran
akan menjadikan kekufuran”. Kemiskinan akan menyebabkan seseorang melakukan
tindakan kejahatan. Melakukan segala cara untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya. Tidak terkecuali para pelaku kejahatan seksual terhadap
anak-anak.
Saat ini, remaja dan anak-anak kita
yang tumbuh seiring dengan teknologi canggih, memang butuh pendampingan
orangtua dan orang-orang yang bertanggung jawab. Lalu, tanpa orangtua pun
dengan rasa ingin tahunya yang besar, mereka mencoba sendiri untuk mengeksplor
segala fasilitas yang ada di dunia maya. Mulai upload foto, download film,
lagu, dan segala sesuatu yang bisa diunduh gratis dari internet. Sudah pahamkah
kita sebagai orangtua, sampai di mana kepintaran anak-anak kita bidang
teknologi ini ? Begitu juga di media social seperti facebook, sudah tahukah
kita, berapa jumlah teman anak kita? Mereka darimana saja? Apakah hanya teman
sekolahnya? Kita perlu tahu siapa-siapa teman di facebooknya. Juga foto-foto
yang ada dalam albumnya.
Kita bisa menjelaskan pada
anak-anak, bahwa kita sebagai orangtua bukan ikut campur urusan pribadinya.
Tapi ini menyangkut keamanannya di dunia maya. Karena bukan di dunya-dunia nyata
saja setan gentayangan , tapi juga di dumay-dunia maya. Mereka harus mengerti
itu.
Tanggung Jawab Bersama
Kasus yang sudah terjadi di
Filipina, bukan tidak mungkin terjadi juga di Indonesia. Memang membuat hati
kita ketar-ketir. Karena komputer,
internet, blackberry, facebook, bukan ha lasing buat anak-anak. Maka seyogyanya
kita waspada pada apa yang akan terjadi.
Menurut Kepala Badan Penyidik Khusus
Anak , Polri Komisaris Besar Napoleon Bonaparte, banyak kasus anak yang tidak
selesai , karena tiap pihak termasuk keluarga korban setuju untuk memilih jalan
damai dan kekeluargaan. Akibatnya memang kasus kejahatan anak ini, tidak
terekspos media dan kita tak tahu bagaimana detail kasusnya. Memang itu adalah
hak masing-masing individu. Namun alangkah baiknya kalau baik orang tua dan
anak, melaporkan ke pihak berwajib. Pada akhirnya, masyarakat akan tahu
bagaimana kejadian yang sesungguhnya, untuk diambil hikmah dan pelajaran yang berharga
ada di sekitar kita.
Kampanye :Jangan Bugil di Depan
Kamera
Kampanye
“Jangan Bugil di Depan Kamera”, hendaknya terus digalakkan di mana-mana. Baik
lembaga sekolah atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Pihak sekolah harus terus
berupaya mengembangkan kegiatan eskul yang bermanfaat. Juga harus lebih sering
mengadakan semacam penyuluhan kepada siswanya. Selalu update informasi
teknologi terbaru . Jangan sampai anak-anak tahu duluan tentang teknologi
daripada guru-gurunya.
Tiap anak, punya jaman
sendiri-sendiri. Dan anak jaman sekarang, adalah anaknya media social, anaknya
internet. Karena harga handphone yang semakin terjangkau dan harga pulsa
internet yang semakin murah, memungkinkan tiap anak untuk berinteraksi dengan
dunia maya. Dunia penuh hingar bingar
dinamis informasi sekaligus dunia semu yang mengerikan. Selamatkan anak-anak
kita dari kejahatan cyber dunia maya. Mari lebih memerhatikan dan lebih dekat
dengan anak-anak. Jangan bairkan mereka menjadi anaknya internet.
oleh: Aulia Manaf,
penulis adalah pemerhati dunia anak.
0 komentar:
Posting Komentar