Cerpen anak saya yang dimuat di Radar Bojonegoro (Jawa Pos) beberapa bulan lalu (Mei 2015), terinspirasi dari banyaknya anak yang sudah punya bakat dan keinginan terpendam dari kecil, yang sering diabaikan orangtua. Menganggap cita-citanya cemen, tidak bermanfaat atau dianggap angin lalu. Semoga bermanfaat. Selamat membaca!
Rio Suka Menari
Aulia Manaf
“Rio
ingin ke rumah Om Haris”, kembali Rio mengatakan keinginannya kepada Bunda dan
Ayah saat makan malam. Mata Rio berbinar cerah dan senyum mengembang di
bibirnya saat kedua orangtuanya mengiyakan permintaan Rio. “Asyik! Terima
kasih, Ayah, Bunda”. “Asal, hasil ulangan kamu bagus-bagus, ya”, Bunda
memberikan persyaratan kepada Rio. Rio langsung mengangkat alisnya tanda yakin dan
percaya diri dengan hasil-hasil ulangan harian di sekolah. Dia sudah
membayangkan akan mengunjungi rumah Om Haris minggu depan. “Pokoknya kalau
ulangan harian jelek, tidak aka nada liburan”, Bunda mengingatkan lagi. Rio
menganggukkan kepala.
Pagi menjelang, Rio berkemas
berangkat sekolah. Tiba-tiba terdengar bunyi ringtone Hape. Itu hape punya Bunda.
Rio mengangkatnya , “Halo, iya sebentar ya, Om”, Rio melangkah ke dapur
berusaha mencari Bunda. Rio segera memberikan handphone kepada Bunda. “Iya, ada
apa Haris?”, Bunda mengobrol dengan asyiknya. Rio pun bersalaman kepada Bunda ,
segera menyambar tas dan topi sekolahnya. Langsung berjalan cepat takut
terlambat. Ternyata Bunda mendapatkan informasi kalau di dekat rumah Om Haris
yang ada di Pandaan , sedang ada Pameran Kebudayaan. Tepatnya diadakan di
Amphiteater Taman Candrawilwatikta Pandaan. Tempat sendratari kolosal terbesar di
Jawa Timur.
Di sekolah, sedang diumumkan program
ekstrakurikuler yang bisa diikuti anak-anak mulai kelas tiga sampai kelas lima.
Kelas enam sudah tidak wajibkan mengikuti eskul. Karena harus fokus kegiatan
belajar untuk ujian akhir. Bu Nina sebagai Wali Kelas Rio mengumumkan dengan
suara lantang di depan kelas. “Semua anak harus memilih salah satu dari
kegiatan ini. Diantaranya yang bisa kalian ikuti adalah : Melukis, menari,
komputer dan Pramuka. Sekali lagi, kalian harus memilih satu saja”. Rio tampak
diam dengan dahi berkerut. Dia menggigit bibir bawahnya. Lalu menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal. “Kamu mau pilih apa,Rio?”, Dani teman sebangkunya
penasaran pada Rio. “Kalau aku pilih Pramuka, dong. Kamu pilih apa?”, Dani
kembali bertanya. Sedangkan Rio malah menarik nafas panjang.”Aku bingung, Dan”.
“Kenapa bingung? Tinggal cari kesukaanmu apa?”, bisiknya pada Dani. “Aku suka
menari. Senang melihat orang menari”. “Apa? Menari?”, Dani tertawa cekikikan
dan meutup mulutnya mendengar pengakuan Rio. “Menari kan kebanyakan
perempuan?”, bisik Dani lagi. Rio diam tidak berkomentar lagi. Tatapan matanya
kosong memandang ke depan kelas. Rio tahu, pasti banyak temannya yang
menertawakan kalau dia mengaku ingin menari. Rio pulang sekolah dengan wajah
seperti bunga yang tidak disiram beberapa hari. Kuyu dan layu.
Sesampai di rumah, Bunda menyambut
dengan tersenyum lebar. “Ada kabar bagus dari Om Haris”. Belum sempat Rio
bertanya, Bunda sudah menceritakan panjang lebar tentang acara Sendratari di
Taman Candrawilwatikta. Mata Rio berbinar senang. “Benar ya, Rio diajak?”.
Bunda mengangguk semangat. Rio membayangkan menyaksikan penari-penari hebat di
sana. “Tapi jangan lupa Rio harus berdoa”. “Kenapa, Bunda?”. “Di sana tidak ada
tenda atau atap pelindung. Semua di ruang terbuka yang luas. Jadi berdoa supaya
tidak hujan”. Rio tersenyum dan mengangguk mantap. “Pasti dong, Bunda”.
Beberapa hari kemudian, hasil-hasil
ulangan harian di sekolah dibagikan. Dengan keyakinan dan belajar rajin, Rio
mendapatkan hasil ulangan yang bagus- Semua memuaskan. Nilainya rata-rata
delapan keatas. Bunda dan Ayah tersenyum bangga pada Rio. Dan Rio pun menagih
janji Bunda.
*****
Saat yang ditunggu tiba. Rio dan
kedua orangtuanya berangkat naik bus menuju rumah Om Haris di Pandaan. Rio
sudah tidak sabar menantikan malam tiba. Sabtu malam itu, ada acara Pagelaran
Sendratari yang tidak pernah dilupakan Rio.. Menceritakan tentang asal mula
Aksara Jawa Hanacaraka. Puluhan penari laki-laki dan perempuan dari Surabaya
berpadu dalam musik tradisional dan gerak yang rampak. Penuh semangat dan
gairah. Tak lupa dihiasi dengan lampu-lampu sorot yang semarak. Ada beberapa
turis yang dating untuk menyaksikan acara itu. “Bunda, jadi penari bukan hanya
perempuan, kan?”, tanya Rio yang sedang duduk berdampingan dengan Bunda. “Iya,
dong. Tuh lihat. Banyak juga penari laki-laki yang hebat.” Rio mengangguk .
Dalam hatinya sudah mantap. Rio sudah tidak ragu lagi akan memilih
ekstrakurikuler apa di sekolah. “Ada apa, Rio? Kamu ingin menari juga”, ibu
menoleh kea rah Rio. “Iya, aku ingin menari di sekolah, Bun”. “Boleh, asal
berlatih sungguh-sungguh dan tidak lupa belajar”. Rio tersenyum dan mengangguk,
“Terima kasih, Bunda”.
0 komentar:
Posting Komentar